Wabah virus African Swine Fever (ASF) atau Demam Babi Afrika telah menjadi momok menakutkan bagi peternak babi di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Sejak pertama kali terdeteksi, virus mematikan ini menyebar dengan cepat dan menyebabkan kerugian yang sangat besar. Berikut kronologi penyebaran virus ASF di Luwu Timur hingga merenggut nyawa belasan ribu babi hanya dalam kurun waktu satu bulan.
Gelombang kekhawatiran mulai menyelimuti peternak pada awal Maret 2023. Laporan awal mengenai kematian babi secara mendadak dengan gejala khas ASF mulai bermunculan di Kecamatan Angkona. Gejala yang diamati meliputi demam tinggi, hilangnya nafsu makan, pendarahan pada kulit, hingga kematian dalam waktu singkat.
Pemerintah Kabupaten Luwu Timur melalui Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan segera melakukan investigasi dan pengambilan sampel di peternakan yang terpapar di Angkona. Hasil laboratorium kemudian mengkonfirmasi bahwa babi-babi tersebut positif terinfeksi virus ASF. Langkah-langkah awal berupa sosialisasi kepada peternak mengenai biosekuriti, pembatasan lalu lintas ternak, dan penyemprotan disinfektan mulai diterapkan di wilayah yang terjangkit.
Sayangnya, penyebaran virus ASF tergolong sangat cepat dan sulit dikendalikan. Dalam waktu singkat, wabah ini meluas ke kecamatan tetangga seperti Malili, Burau, Wotu, dan Nuha. Meskipun berbagai upaya pencegahan telah dilakukan, kasus kematian babi terus bertambah secara eksponensial, membuat para peternak semakin panik dan putus asa.
Hingga pertengahan April 2023, data mencengangkan menunjukkan bahwa jumlah babi yang mati akibat terinfeksi virus ASF di Luwu Timur telah mencapai angka yang sangat tinggi, yakni 14.756 ekor hanya dalam kurun waktu sekitar satu bulan. Kerugian ekonomi yang dialami para peternak diperkirakan mencapai miliaran rupiah, mengancam keberlangsungan mata pencaharian mereka dan berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi daerah.
Pemerintah daerah terus berupaya untuk menekan penyebaran virus ASF dengan melakukan langkah-langkah seperti karantina wilayah yang lebih ketat, pemusnahan (culling) babi yang terinfeksi secara massal, serta penyemprotan disinfektan secara intensif di kandang-kandang dan area yang terpapar. Bantuan berupa sosialisasi yang lebih masif kepada peternak juga terus digalakkan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya biosekuriti dan pelaporan dini jika ada kasus kematian mencurigakan.